" TABE SALAMAT LINGU NALATAI SALAM SUJUD KARENDEM MALEMPANG"
semoga bermanfaat bagi umat hindu kaharingan dimana pun berada

Sabtu, 18 Juni 2011

Upacara/ Ritual

Upacara Manyanggar

   Masyarakat yang menganut agama Hindu Kaharingan, menganggap upacara
   Manyanggar ini merupakan suatu sarana untuk memohon kepada pencipta
   alam semesta, agar kampung atau desa yang mereka tempati terpelihara
   dari segala bencana dan marabahaya.
   
   Manyanggar berasal dari kata sanggar atau sangga, yang dalam Bahasa
   Sangiang berarti menyangga atau menahan. Maksudnya menyangga
   wilayah/daerah dari pengaruh atau perbuatan jahat dan buruk, baik yang
   dilakukan manusia maupun roh jahat yang bersifat gaib terhadap
   kehidupan manusia.
   
   Maksud atau tujuan dari upacara itu sendiri adalah membuat tata batas
   atau perbatasan lingkungan, yang digunakan manusia dengan alam yang
   masih lestari, sedangkan makhluk hidup di alam nyata maupun yang gaib
   dipindahkan ke tempat lain agar tidak saling mengganggu.
   
   Jika diikuti dari awal hingga akhir, prosesi upacara adat Manyanggar
   cukup panjang, hingga memakan waktu tujuh hari atau seminggu.
   
   Tahap-tahap yang dilewati atau rangkaian upacaranya dapat digambarkan
   sebagai berikut;
   
   Hari pertama, dua kegiatan yang dilaksanakan yaitu menjemput para
   Basir [petugas adat] dan Balian Baampar-ampar --untuk memberitahukan
   kepada Penggutin Petak Danum, Pukung Pahewan Antang, Lawang Labehun
   Jatta, Luae-lete, Sungei Saka].
   
   Hari kedua, juga dilaksanakan dua upacara yaitu Manenung mencari
   tambahan Sahur (leluhur) Kalimantan Tengah, dan Balian Tantulak Lapik
   Gawi.
   
   Hari ketiga, melaksanakan upacara Manarung yaitu memberitahukan kepada
   para leluhur [Sahur] Kalimantan Tengah, Antang Petahu yang menjaga
   kota/desa, dan orang halus (gaib) yang menjaga Batang Danum Simpei
   Karuhei, tempat meminta bahan alat Pasah Patahu dan Ancak Rahan
   Lamiang.
   
   Hari keempat, kembali melaksanakan dua upacara yakni mendirikan Pasah
   Patahu dan Ancak Rahan Lamiang serta Ancak Mihing. Kemudian
   dilanjutkan dengan upacara Marawei yaitu mengundang para leluhur
   (Sahur) Kalimantan Tengah, Antang Petahu yang menjaga kota/desa, dan
   orang halus (gaib) yang menjaga Batang Danum Simpei Karuhei.
   
   Hari kelima melaksanakan Tabuh yaitu memotong hewan kurban, memasak
   sesajen, Manggarunya Sahur Parapah dan Antang Patahu, Balian (tarian),
   Sangiang Manjung kepala sapi untuk Naga Galang Petak.
   
   Hari keenam, kepala kampung atau pejabat pemerintah setempat akan
   penanaman kepala sapi.
   
   Hari ketujuh atau merupakan penutup dari seluruh rangkaian upacara
   yaitu Pabuli Sangiang dan membayar Daluh Dasan Basir.
   
   Dengan demikian, upacara Manyanggar berbeda dengan upacara Tiwah. Pada
   upacara Tiwah, hanya keluarga yang menyelenggarakan upacara tersebut
   yang bertanggungjawab, dan biasanya hanya dilaksanakan sewaktu-waktu
   menurut keperluan atau keinginan pihak keluarga.
   
   Tiwah itu sendiri bermaksud membersihkan tulang belulang para leluhur
   (nenek moyang) yang sudah meninggal dunia, yaitu tulang belulang para
   leluhur dikumpulkan dalam satu tempat kemudian dicuci dengan darah
   kerbau dengan harapan bahwa roh para leluhur akan tenang melakukan
   perjalanan di alam gaib dan cepat sampai menuju nirwana (surga).
   
   Sementara upacara Manyanggar melibatkan seluruh penduduk kampung atau
   warga desa, yang sifatnya memohon agar kampung atau desa mereka
   terhindar dari segala bencana dan malapetaka, baik bencana yang
   ditimbulkan oleh makhluk halus (gaib) maupun bencana yang disebabkan
   oleh manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar